Teori Struktur Modal
2.2.1. Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang
optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai
Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh
nilai perusahaan yang optimal.
2.2.2. Teori Pendekatan Modigliani dan Miller
Dalam teori ini berpendapat bahwa Struktur Modal tidak mempengaruhi
Perusahaan. Dalam hal ini telah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai
Perusahaan dengan hutang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
perusahan tanpa hutang, Kenaikan tersebut dikarenakan adanya penghematan
pajak.
2.2.3. Teori Trade-Off dalam Struktur Modal
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa
menggunakan hutang sebanyak banyaknya. Suatu hal yang terpenting adalah
dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan
kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Biaya
tersebut terdiri dari 2 (dua) hal, yaitu :
a. Biaya Langsung
Yaitu, biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, atau biaya lainnya yang sejenis.
b. Biaya Tidak Langsung
Yaitu, biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan,
perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan
secara normal. Misalnya Suplier tidak akan mau memasok barang karena
mengkwatirkan kemungkinan tidak akan membayar.
Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan
antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena
potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkatkan
pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk
biaya biaya monitoring (Persyaratan yang lebih ketat) dan bisa dalam
bentuk kenaikan tingkat bunga
Minggu, 19 Juni 2016
Jenis keputusan investasi modal & contoh kasus
Keputusan investasi modal (capital investmen decisions)
berkaitan dengan proses perencanaan, penetapan tujuan, dan prioritas,
pengaturan pendanaan, dan penggunaan kriteria tertentu untuk memilih
aktiva jangka panjang. Karena keputusan investasi modal menmpatkan
sebagian sumber daya perusahaan pada resiko, sehingga keputusan
investasi modal adalah keputusan yang amat penting yang diambil oleh
para manajer.
Proses pengambilan keputusan investasi modal sering kali desebut sebagai penganggaran modal (capital budgeting). Jenis dari pengaggaran modal itu sendiri ada dua, yaitu;
a. Proyek Independen (Independent project)
Adalah
proyek investasi modal yang tidak berkaitan satu dengan yang lainnya.
Jadi apabila ada proyek yang diterima atau ditolak tidak akan
berpengaruh terhadap protek yang lainnya.
b. Proyek Saling Eksklusif (Mutualy exclusive project)
Proyek
ini mengharuskan perusahaan untuk memilih salah satu alternatif yang
saling bersaing untuk menyediakan jasa dasar yang sama. Penerimaan salah
satu protek akan menghalangi proyek lainnya.
Keputusan investasi modal sering kali berkaitan dengan masalah investasi dalam aktiva modal jangka panjang. Pada
umumnya investasi modal yang baik akan menghasilkan kembali modal awal
sepanjang umurnya dan pada saat yang sama menghasilkan pengembalian yang
cukup atas investasi awal. Jadi salah satu tugas manajer adalah
memutuskan apakah suatu investasi modal akan menghasilkan kembali sumber
daya awalnya atau tidak, dan memberikan pengembalian yang wajar. Dengan
membuat penilaian ini, seorang manajer dapat memutuskan diterima
tidaknya proyek-proyek independen dan membandingakan proyek-proyek yang
saling bersaing berdasarkan keunggulan ekonomisnya.
Untuk
membuat keputusan investasi modal, seorang manajer harus mengestimasi
jumlah dan waktu arus kas, menilai resiko investasi, dan
mempertimbangkan dampak proyek terhadap laba perusahaan. Para manajer
juga harus menetapkan tujuan dan prioritas dari investasi modal serta
harus mengidentifikasi beberapa kriteria dasar atas penerimaan dan
penolakan investasi yang diusulkan. Ada beberapa metoda yang digunakan
oleh manajer untuk menunjukan mana proyek yang harus diterima dan mana
yang harus ditolak, diantaranya adalah metoda non-diskonto dan metoda
diskonto.
A. Model Non-Diskonto
Model non diskonto adalah model yang mengabaikan nilai waktu dari uang.
1. Perioda Pengembalian
Perioda pengembalian (payback periods) adalah waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk memperoleh kembali investasi awalnya.
Apabila arus kas dari suatu proyek diasumsikan tetap jumlahnya, maka rumus berikut dapat digunakan:
Perioda pengembalian = Investasi semula / Arus Kas Tahunan
Akan
tetapi, jika arus kas tidak tetap jumlahnya maka perioda pengembalian
dihitung dengan menambahkan arus kas tahunan sampai waktu ketika
investasi awal diperoleh kembali.
Salah
satu cara untuk menggunakan perioda pengembalian adalah dengan
menetapkan suatu perioda pengembalian maksimum pada seluruh proyek dan
menolak setiap proyek yang melewati tingkat ini. Dan perioda
pengembalian ini dapat digunakan sebagai ukuran dari resiko, dengan
pengertian bahwa semakin lama suatu proyek menghasilkan uang semakin
beresiko proyek tersebut.
Perioda
pengembalian dapat digunakan untuk memilih alternatif-alternatif yang
saling bersaing. Menurut pendekatan ini, investasi dengan perioda
pengembalian terpendek lebih disukai dari pada investasi dengan periode
pengembalian yang lebih panjang. Berikut adalah beberapa hal yang dapat
diambil oleh para manajer dengan menggunakan metoda non diskonto perioda
pengembalian:
a. Membantu mengendalikan resiko yang berhubungan dengan ketidakpastian arus kas masa depan.
b. Membantu meminimalkan dampak investasi terhadap masalah likuiditas perusahaan.
c. Membantu mengendalikan resiko keuangan.
d. Membantu mengandalikan pengaruh investasi terhadap ukuran kinerja.
Namun, penggunaan perioda pengembalian kurang dapat dipertahankan karena ukuran ini memiliki dua kelemahan utama, yaitu;
a. Mengabaikan kinerja investasi yang melewati perioda pengembalian
b. Mengabaikan nilai waktu uang.
2. Tingkat Pengembalian Akuntansi
Tingkat
pengembalian akuntansi merupakan model non diskonto kedua yang umum
digunakan. Tingkat pengembalian akuntansi mengukur pengembalian atas
suatu proyek dalam kerangka laba, bukan dari arus kas proyek.
Rumus perhitungan tingkat pengembalian akuntansi adalah sebagai berikut :
Tingkat pengembalian akuntansi : Laba rata-rata/Investasi awal atau rata-rata
Investasi rata-rata : (Investasi awal + Nilai Sisa)/2
B. Model Diskonto
Model
ini secara eksplisit mempertimbangkan nilai waktu dari uang dan
memasukan konsep diskonto arus kas masuk dan arus kas keluar.
- Nilai Bersih Sekarang (Nev Present Value/NPV)
Adalah selisih antara nilai sekarang dari arus kas masuk dan arus kas keluar yang berhubungan dengan suatu proyek .
NPV = [(ΣCFt/(1+i)t] – I
= [ΣCFtdft] – I
= P – I
Dimana,
I : Nilai Sekarang dari biaya proyek
CFt : Arus kas masuk yang diterima dalam perioda t , dengan t= 1
n : Umur manfaat proyek
i : tingkat pengembalian yang diperlukan (required rate of return),
yaitu adalah tingkat pengembalian minimum yang dapat diterima, hal itu
juga disebut sebagai tingkat diskonto, tingkat rintangan, atau tingkat
batas, dan biaya modal.
t : Perioda waktu
P : Nilai sekarang dari arus kas masuk proyek di masa depan.
Nilai NPV positif menandakan bahwa :
1. Investasi awal telah tertutupi
2. Tingkat pengembalian yang diperlukan telah dipenuhi
3. Pengembalian yang melebihi (1) dan (2) telah diterima.
Jadi jika NPV lebih besar dari pada nol maka investasi itu menguntungkan dan dapat diterima. Begitu sebaliknya apabila kurang dari nol.
Referensi : http://akuntansiuny.blogspot.co.id/2011/02/jenis-jenis-keputusan-investasi-modal.html
Modul akutansi manajemen - LINK SOURCE PDF -
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Mimin%20Nur%20Aisyah,%20M.Sc.,%20Ak./Modul%20Akuntansi%20Manajemen%202007.pdf
- asli
Berikut ini diberikan contoh soal untuk menggambarkan penerapan metode
nondiskonto dan diskonto dalam penilaian investasi:
nondiskonto dan diskonto dalam penilaian investasi:
■ Aloha Company ingin membeli mesin otomatis yang menggunakan teknologi
komputerisasi terbaru. Pembelian mesin otomatis tersebut memerlukan biaya
sebesar Rp2.400.000,00. Mesin tersebut dianggap memiliki umur ekonomis
selama 5 tahun tanpa adanya nilai residual. Setiap tahunnya, Aloha mengharapkan
pendapatan kas sebesar Rp3.900.000,00 dan pengeluaran kas sebesar Rp
3.000.000,00. Diminta:
komputerisasi terbaru. Pembelian mesin otomatis tersebut memerlukan biaya
sebesar Rp2.400.000,00. Mesin tersebut dianggap memiliki umur ekonomis
selama 5 tahun tanpa adanya nilai residual. Setiap tahunnya, Aloha mengharapkan
pendapatan kas sebesar Rp3.900.000,00 dan pengeluaran kas sebesar Rp
3.000.000,00. Diminta:
a. Hitunglah payback period untuk mesin otomatis tersebut!
b. Hitunglah ARR (accounting rate of return) dengan menggunakan (1) investasi
awal dan (2) investasi rata-rata!
awal dan (2) investasi rata-rata!
c. Hitunglah NPV dengan asumsi tingkat return yang diharapkan 10%!
d. Hitungkah IRR mesin otomatis!
e. Apakah sebaiknya Aloha Company membeli mesin tersebut?
Jawab:
Arus kas bersih/tahun = arus kas masuk - arus kas keluar
= Rp3.900.000 - Rp3.000.000
= Rp900.000,00 per tahun
= Rp3.900.000 - Rp3.000.000
= Rp900.000,00 per tahun
a. Payback period = Rp2.400.000/Rp900.000 per tahun
= 2,67 tahun
= 2 tahun 8 bulan
= 2 tahun 8 bulan
b. Penyusutan = Rp2.400.000/5 tahun = Rp480.000,00/tahun
Laba bersih = arus kas/tahun - penyusutan
= Rp900.000 - Rp480.000
= Rp420.000,00
= Rp900.000 - Rp480.000
= Rp420.000,00
(1) ARR (investasi awal) = Rp420.000/Rp2.400.000 = 17,5%
(2) ARR (investasi rata-rata) = Rp420.000/(Rp2.400.000/2) = 35%
c. NPV
c. NPV
(1) Menggunakan tingkat diskonto yang tersedia di tabel (faktor diskonto
10%) atau menghitung dengan kalkulator sesuai dengan rumus: CFt/(1 + i)
|
(2) Menggunakan faktor diskonto tunggal (koefisien anuitas)
|
Diketahui bahwa faktor diskonto adalah 2,67. Selanjutnya karena investasi ini
mempunyai periode 5 tahun maka kita mencarinya di tabel diskonto pada baris
kelima. Kita temukan bahwa nilai 2,67 berada di antara nilai 2,745 (diskonto
24%) dan 2,635 (diskonto 26%). Dengan demikian faktor diskonto dari
investasi ini adalah antara 24% - 26% dengan kecenderungan mendekati 26%.
e. Dengan memperhatikan perhitungan terhadap return investasi dengan berbagai
metode, antara lain: periode pengembalian 2 tahun 8 bulan, ARR investasi
awal 17,5 dan ARR investasi rata-rata 35%, NPV positif sebesar Rp1.011.000,
IRR mendekati 26% (lebih besar dari return yang diharapkan, yaitu 10%),
maka sebaiknya Aloha Company membeli mesin otomatis tersebut.
mempunyai periode 5 tahun maka kita mencarinya di tabel diskonto pada baris
kelima. Kita temukan bahwa nilai 2,67 berada di antara nilai 2,745 (diskonto
24%) dan 2,635 (diskonto 26%). Dengan demikian faktor diskonto dari
investasi ini adalah antara 24% - 26% dengan kecenderungan mendekati 26%.
e. Dengan memperhatikan perhitungan terhadap return investasi dengan berbagai
metode, antara lain: periode pengembalian 2 tahun 8 bulan, ARR investasi
awal 17,5 dan ARR investasi rata-rata 35%, NPV positif sebesar Rp1.011.000,
IRR mendekati 26% (lebih besar dari return yang diharapkan, yaitu 10%),
maka sebaiknya Aloha Company membeli mesin otomatis tersebut.
Postaudit mengukur kinerja aktual proyek terhadap estimasi proyek tersebut.
Postaudit juga dapat merekomendasikan suatu tindakan koreksi untuk meningkatkan
kinerja atau untuk meninggalkan/menghentikan proyek tersebut. Perusahaan yang
menggunakan postaudit terhadap proyeknya akan memperoleh beberapa keuntungan:
(1) dengan mengevaluasi profitabilitas, postaudit memastikan bahwa sumber daya
perusahaan telah digunakan secara cermat, (2) postaudit mempengaruhi perilaku
manajer, post audit memberikan umpan balik terhadap manajer untuk membantu
meningkatkan pembuatan keputusan di masa depan. Meskipun demikian, postaudit
juga memiliki keterbatasan: (1) memerlukan biaya cukup besar dan (2) asumsi yang
digunakan menjadi kurang tepat karena adanya perubahan dalam lingkungan operasi
aktual.
Postaudit juga dapat merekomendasikan suatu tindakan koreksi untuk meningkatkan
kinerja atau untuk meninggalkan/menghentikan proyek tersebut. Perusahaan yang
menggunakan postaudit terhadap proyeknya akan memperoleh beberapa keuntungan:
(1) dengan mengevaluasi profitabilitas, postaudit memastikan bahwa sumber daya
perusahaan telah digunakan secara cermat, (2) postaudit mempengaruhi perilaku
manajer, post audit memberikan umpan balik terhadap manajer untuk membantu
meningkatkan pembuatan keputusan di masa depan. Meskipun demikian, postaudit
juga memiliki keterbatasan: (1) memerlukan biaya cukup besar dan (2) asumsi yang
digunakan menjadi kurang tepat karena adanya perubahan dalam lingkungan operasi
aktual.
Banyak keputusan investasi modal yang berhubungan dengan proyek-proyek
yang bersifat mutually exclusive (saling meniadakan). Metode yang sering digunakan
untuk memilih suatu proyek diantara beberapa alternative yang tersedia adalah NPV
dan IRR. Dalam proyek independen, NPV dan IRR menghasilkan keputusan yang
sama; jika NPV > 0, maka IRR > tingkat return yang dibutuhkan. NPV berbeda
dengan IRR dalam dua hal:
yang bersifat mutually exclusive (saling meniadakan). Metode yang sering digunakan
untuk memilih suatu proyek diantara beberapa alternative yang tersedia adalah NPV
dan IRR. Dalam proyek independen, NPV dan IRR menghasilkan keputusan yang
sama; jika NPV > 0, maka IRR > tingkat return yang dibutuhkan. NPV berbeda
dengan IRR dalam dua hal:
■ NPV mengasumsikan bahwa masing-masing arus kas masuk yang diterima
diinvestasikan kembali pada tingkat return yang diminta, sedangkan IRR
diinvestasikan kembali pada tingkat return yang diminta, sedangkan IRR
mengasumsikan bahwa masing-masing arus kas masuk diinvestasikan pada
tingkat IRR yang ditentukan.
tingkat IRR yang ditentukan.
■ NPV mengukur profitabilitas dalam nilai absolut, sedangkan IRR mengukur
dalam nilai relatif.
dalam nilai relatif.
Karena NPV mengukur dampak dari proyek-proyek tersebut terhadap
perusahaan, maka memilih proyek yang memiliki nilai NPV terbesar konsisten
dengan usaha memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Adapun IRR yang
merupakan ukuran relatif profitabilitas hanya mampu mengukur secara akurat tingkat
return yang diinvestasikan di internal perusahaan. Memaksimalkan IRR tidak akan
memaksimalkan kemakmuran pemilik perusahaan karena tidak memperhatikan
kontribusi proyek secara absolut (dalam nilai uang). Oleh karenanya, NPV lebih baik
untuk digunakan dalam memilih proyek di antara pelbagai alternatif dibandingkan
dengan IRR.
perusahaan, maka memilih proyek yang memiliki nilai NPV terbesar konsisten
dengan usaha memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Adapun IRR yang
merupakan ukuran relatif profitabilitas hanya mampu mengukur secara akurat tingkat
return yang diinvestasikan di internal perusahaan. Memaksimalkan IRR tidak akan
memaksimalkan kemakmuran pemilik perusahaan karena tidak memperhatikan
kontribusi proyek secara absolut (dalam nilai uang). Oleh karenanya, NPV lebih baik
untuk digunakan dalam memilih proyek di antara pelbagai alternatif dibandingkan
dengan IRR.
[1] Perbedaan NPV antara perhitungan (1) dan (2) muncul karena pembulatan.
d. IRR
d. IRR
IRR dalam investasi ini adalah tingkat suku bunga yang menyamakan antara 5
kali arus kas tahunan Rp900.000,00 dengan investasi sebesar Rp2.400.000,00.
Dengandf sebagai faktor diskonto dan CF sebagai arus kas tahunan, maka
dihasilkan persamaan:
kali arus kas tahunan Rp900.000,00 dengan investasi sebesar Rp2.400.000,00.
Dengandf sebagai faktor diskonto dan CF sebagai arus kas tahunan, maka
dihasilkan persamaan:
I - CF(df)
df = I/CF
df = I/CF
= Rp2.400.000/Rp900.000
= 2,67
= 2,67
Referensi : http://kepinginlagi.blogspot.co.id/2014/09/modul-akuntansi-manajemen-bab-12.html
Minggu, 10 April 2016
Analisis Rasio Laporan Keuangan
ANALISIS
RASIO KEUANGAN
Analisis
laporan keuangan memerlukan ukuran yang biasa disebut dengan istilah rasio. Rasio memiliki pengertian alat yang
dinyatakan dalam arithmetical terms yang
dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan dua macam data finansial.
Analisi Rasio Keuangan merupakan analisis yang
menghubungkan perkiraan neraca dan laporan laba rugi terhadap satu dengan
lainnya, yang memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan serta penilaian
terhadap keadaan suatu perusahaan tertentu.
A.
Rasio Likuiditas
Likuiditas adalah masalah
kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera
harus dipenuhi.
Current Ratio
Current Ratio = (Aktiva
Lancar/Kewajiban Lancar) x 100%
|
||
Tahun 2007
|
Tahun 2008
|
Analisa
|
Current
Ratio =
(Rp. 15.027.032/ Rp 7.697.918) x 100% = 1,95%
|
Current
Ratio =
(Rp
17.955.845/ Rp 9.437.259) x 100% = 1,9%
|
Current
ratio yang rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam
likuidasi, sebaliknya current ratio yang terlalu tinggi juga kurang bagus,
karena menunjukkan banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya dapat
mengurangi kemampuan laba perusahaan. Pada laporan keuangan diatas terjadi
penurunan current ratio dari tahun 2007 ke tahun 2008 sebesar 0,05%.
|
Quick
Ratio/Acid Test Ratio
Quick Ratio = ((Aktiva Lancar –
Persediaan)/Kewajiban Lancar)) x 100%
|
||
Tahun 2007
|
Tahun 2008
|
Analisa
|
Quick
Ratio =
((Rp.15.027.032-Rp. 11.877.086)/ Rp.7.697.918)) x 100% = 0,40% |
Quick
Ratio =
((Rp.17.955.845-Rp.14.016.039)/ Rp.9.437.259)) x 100% = 0,41% |
Semakin besar quick ratio maka
semakin baik pula kondisi perusahaan. Namun apabila quick ratio memiliki
perbandingan 1:1 atau 100% perusahaan tersebut dianggap kurang baik. Dalam
laporan keuangan ini diketahui adanya sedikit peningkatan quick ratio dari
0,40% menjadi 0,41%. Yang berarti perusahaan masih dalam keadaan stabil.
|
Cash Ratio
Cash Ratio = (Kas/Kewajiban
Lancar) x 100%
|
|||
Tahun 2007
|
Tahun 2008
|
Analisa
|
|
Cash Ratio
=
(Rp. 289.152/ Rp. 7.697.918) x 100% = 0,037% |
Cash Ratio
=
(Rp. 411.689/ Rp.9.437.259) x 100% = 0,043% |
Rasio ini menunjukan kemampuan kas
untuk menutupi hutang lancar. Dapat dilihat
meningkatnya presentasi cash ratio, yaitu dari 0,037% menjadi 0,043%
|
|
Working Capital to Total Assets
Ratio
WCTAR = Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar / Jumlah
Aktiva
|
|||
Tahun 2007
|
Tahun 2008
|
Analisa
|
|
Working Capital to Total Assets
Ratio =
(15.027.032-7.697.918)/ 21.878.013
= 0,33%
|
Working Capital to Total Assets
Ratio =
(Rp
17.955.845- Rp 9.437.259)/ Rp 24.904.022 = 0,34%
|
Likuiditas
dari total aktiva dan posisi modal kerja netto. Setiap Rp 1 assets
perusahaan Rp 0,33 untuk tahun 2007 dan 0,34 untuk tahun2008 terdiri
dari modal kerja (aktiva lancar)
|
|
B. Rasio Solvabilitas
Solvabilitas, berguna untuk
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya
jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Suatu perusahaan dikatakan Solvabel jika
perusahaan itu mempunyai aktiva yang cukup untuk membayar semua
hutang-hutangnya , baik yang jangka panjang maupun jangka pendek. Jika
perusahaan tidak mempunyai cukup aktiva untuk membayar segala hutangnya, maka
perusahaan tersebut dikatakan insolvabel.
Dalam hubungan antara
likuiditas dan solvabilitas ada empat kemungkinan
yang dapat dialami oleh perusahaan yaitu :
a. Perusahaan yang likuid tetapi insolvable
b. Perusahaan yang likuid dan solvable
c. Perusahaan yang solvabel tetapi ilikuid
d. Perusahaan yang insolvabel dan ilikuid
Tingkat solvabilitas diukur
dengan beberapa rasio, yaitu :
Total Debt to Equity Ratio
Total Debt Equty Ratio = (Total Utang/Ekuitas) x 100%
|
||
Tahun 2007
|
Tahun 2008
|
Analisa
|
Perputaran
Piutang =
(Rp.8.474.564/ Rp.13.386.776) x 100% = 0,63% |
Perputaran
Piutang =
(Rp.10.359.076/ Rp.14.530.132) x 100% = 0,71% |
Bagian
setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang.
dari setiap rupiah modal sendiri menjadi jaminan hutang.
Rasio di samping sebesar 0,63 %
dan 0,71 % untuk tahun 2007 dan 2008. Maka kurang dari 100% maka dari itu
perusahaan tidak perlu takut tidak bisa membayar hutangnya.
|
Total Debt to Assets Ratio
Total Debt Assets Rasio = (Total Utang/Total Aktiva) x 100%
|
||
Tahun 2007
|
Tahun 2008
|
Analisa
|
Total Debt
to Asset Ratio =
(Rp.8.474.564/ Rp.21.878.013) x 100% = 0,38% |
Total Debt
to Asset Ratio =
(Rp.10.359.076/ Rp.20.904.022) x 100% = 0,49% |
Beberapa
bagian dari keseluruhan dana yang dibelanjai dengan utang. Atau Berapa
bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin hutang. 38% untuk 2007 dan
49% untuk 2008, dari setiap aktiva digunakan untuk menjamin utang.
|
C.
Rasio Profitabilitas
profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan
perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba
tersebut. :
Gross Profit Margin ( Margain Laba
Kotor)
GPM = (Laba Kotor/Penjualan Bersih) x 100%
|
|||
Tahun 2007
|
Tahun 2008
|
Analisa
|
|
GPM =
(Rp.2.485.648/ Rp.13.419.733) x 100% = 0,18% |
GPM =
(Rp.2.427.250/ Rp.15.056.347) x 100% = 0,16% |
Laba Bruto
per rupiah penjualan. Setiap Penjualan menghasilkan laba bruto Rp 0,18 tahun
2007 dan 0,16 tahun 2008..
Semakin
besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan dalam
mendapatkan laba cukup tinggi/menguntungkan.
|
|
Net Profit Margin ( Margain Laba
Bersih)
(Laba Setelah Pajak/Total Aktiva) x 100%
|
|||
Tahun 2007
|
Tahun 2008
|
Analisa
|
|
NPM =
(Rp.710.565/ Rp.21.878.013) x 100% = 0,032% |
NPM =
(Rp.891.358/ Rp.24.904.022) x 100% = 0,035% |
Keuntungan
netto per rupiah penjualan. setiap rupiah penjualan menghsilkan keuntungan
netto sebesar Rp 0,032 % dan 0,035%
|
|
Earning Power of Total Invesment
EPTI = (Laba Sebelum Pajak/Ekuitas) x 100%
|
|||
Tahun 2007
|
Tahun 2008
|
Analisa
|
|
EPTI =
(Rp.1.084.495/ Rp.13.386.776) x 100% = 0,08% |
EPTI =
(Rp.1.313.392/ Rp.14.530.132) x 100% = 0,09% |
Kemampuan
modal yang di investasikan dalam keseluruhan Aktiva untuk menghasilkan
keuntungan bagi semua investor. Setiap satu rupiah modal yang diinvestasikan
menghasilkan keuntungan Rp 0,08 dan Rp 0,09 untuk semua investor.
|
|
|
Return On Equity (Pengembalian
Atas Equitas)
ROE = (Laba Setelah Pajak/Ekuitas) x 100%
|
||
Tahun 2007
|
Tahun 2008
|
Analisa
|
ROE =
(Rp.710.565/ Rp.13.386.776) x 100% = 0,3% |
ROE =
(Rp. 891.358/Rp. 14.530.132) x 100% = 0,61% |
Kemampuan modal sendiri dalam menghasilkan
keuntungan bagi pemegang saham preferen dan biasa.Setiap rupiah modal sendiri
menghasilkan keuntungan netto Rp 0,3%
dan 0,61% yang tersedia bagi
pemegang saham preferen dan biasa
|
Sumber :http://devyanasetyapratiwi.blogspot.co.id/2014/04/analisis-rasio-laporan-keuangan-pada-pt.html
Langganan:
Postingan (Atom)