Minggu, 19 Juni 2016

Artikel Struktur Modal & Teori Struktur Modal

Teori Struktur Modal

2.2.1.   Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Artinya Struktur Modal mempunyai pengaruh terhadap Nilai Perusahaan, dimana Struktur Modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.

2.2.2.   Teori Pendekatan Modigliani dan Miller
Dalam teori ini berpendapat bahwa Struktur Modal tidak mempengaruhi Perusahaan. Dalam hal ini telah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai Perusahaan dengan hutang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahan tanpa hutang, Kenaikan tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak.
2.2.3.   Teori Trade-Off dalam Struktur Modal
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak banyaknya. Suatu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Biaya tersebut terdiri dari 2 (dua) hal, yaitu :
a.       Biaya Langsung
Yaitu, biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, atau biaya lainnya yang sejenis.
b.      Biaya Tidak Langsung
Yaitu, biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier tidak akan mau memasok barang karena mengkwatirkan kemungkinan tidak akan membayar.
Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring (Persyaratan yang lebih ketat) dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga

Jenis keputusan investasi modal & contoh kasus

Keputusan investasi modal (capital investmen decisions) berkaitan dengan proses perencanaan, penetapan tujuan, dan prioritas, pengaturan pendanaan, dan penggunaan kriteria tertentu untuk memilih aktiva jangka panjang. Karena keputusan investasi modal menmpatkan sebagian sumber daya perusahaan pada resiko, sehingga keputusan investasi modal adalah keputusan yang amat penting yang diambil oleh para manajer.
Proses pengambilan keputusan investasi modal sering kali desebut sebagai penganggaran modal (capital budgeting). Jenis dari pengaggaran modal itu sendiri ada dua, yaitu;
a. Proyek Independen (Independent project)
Adalah proyek investasi modal yang tidak berkaitan satu dengan yang lainnya. Jadi apabila ada proyek yang diterima atau ditolak tidak akan berpengaruh terhadap protek yang lainnya.
b. Proyek Saling Eksklusif (Mutualy exclusive project)
Proyek ini mengharuskan perusahaan untuk memilih salah satu alternatif yang saling bersaing untuk menyediakan jasa dasar yang sama. Penerimaan salah satu protek akan menghalangi proyek lainnya.
Keputusan investasi modal sering kali berkaitan dengan masalah investasi dalam aktiva modal jangka panjang. Pada umumnya investasi modal yang baik akan menghasilkan kembali modal awal sepanjang umurnya dan pada saat yang sama menghasilkan pengembalian yang cukup atas investasi awal. Jadi salah satu tugas manajer adalah memutuskan apakah suatu investasi modal akan menghasilkan kembali sumber daya awalnya atau tidak, dan memberikan pengembalian yang wajar. Dengan membuat penilaian ini, seorang manajer dapat memutuskan diterima tidaknya proyek-proyek independen dan membandingakan proyek-proyek yang saling bersaing berdasarkan keunggulan ekonomisnya.
Untuk membuat keputusan investasi modal, seorang manajer harus mengestimasi jumlah dan waktu arus kas, menilai resiko investasi, dan mempertimbangkan dampak proyek terhadap laba perusahaan. Para manajer juga harus menetapkan tujuan dan prioritas dari investasi modal serta harus mengidentifikasi beberapa kriteria dasar atas penerimaan dan penolakan investasi yang diusulkan. Ada beberapa metoda yang digunakan oleh manajer untuk menunjukan mana proyek yang harus diterima dan mana yang harus ditolak, diantaranya adalah metoda non-diskonto dan metoda diskonto.
A. Model Non-Diskonto
Model non diskonto adalah model yang mengabaikan nilai waktu dari uang.
1. Perioda Pengembalian
Perioda pengembalian (payback periods) adalah waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk memperoleh kembali investasi awalnya.
Apabila arus kas dari suatu proyek diasumsikan tetap jumlahnya, maka rumus berikut dapat digunakan:
Perioda pengembalian = Investasi semula / Arus Kas Tahunan
Akan tetapi, jika arus kas tidak tetap jumlahnya maka perioda pengembalian dihitung dengan menambahkan arus kas tahunan sampai waktu ketika investasi awal diperoleh kembali.
Salah satu cara untuk menggunakan perioda pengembalian adalah dengan menetapkan suatu perioda pengembalian maksimum pada seluruh proyek dan menolak setiap proyek yang melewati tingkat ini. Dan perioda pengembalian ini dapat digunakan sebagai ukuran dari resiko, dengan pengertian bahwa semakin lama suatu proyek menghasilkan uang semakin beresiko proyek tersebut.
Perioda pengembalian dapat digunakan untuk memilih alternatif-alternatif yang saling bersaing. Menurut pendekatan ini, investasi dengan perioda pengembalian terpendek lebih disukai dari pada investasi dengan periode pengembalian yang lebih panjang. Berikut adalah beberapa hal yang dapat diambil oleh para manajer dengan menggunakan metoda non diskonto perioda pengembalian:
a. Membantu mengendalikan resiko yang berhubungan dengan ketidakpastian arus kas masa depan.
b. Membantu meminimalkan dampak investasi terhadap masalah likuiditas perusahaan.
c. Membantu mengendalikan resiko keuangan.
d. Membantu mengandalikan pengaruh investasi terhadap ukuran kinerja.
Namun, penggunaan perioda pengembalian kurang dapat dipertahankan karena ukuran ini memiliki dua kelemahan utama, yaitu;
a. Mengabaikan kinerja investasi yang melewati perioda pengembalian
b. Mengabaikan nilai waktu uang.
2. Tingkat Pengembalian Akuntansi
Tingkat pengembalian akuntansi merupakan model non diskonto kedua yang umum digunakan. Tingkat pengembalian akuntansi mengukur pengembalian atas suatu proyek dalam kerangka laba, bukan dari arus kas proyek.
Rumus perhitungan tingkat pengembalian akuntansi adalah sebagai berikut :
Tingkat pengembalian akuntansi : Laba rata-rata/Investasi awal atau rata-rata
Investasi rata-rata : (Investasi awal + Nilai Sisa)/2
B. Model Diskonto
Model ini secara eksplisit mempertimbangkan nilai waktu dari uang dan memasukan konsep diskonto arus kas masuk dan arus kas keluar.
- Nilai Bersih Sekarang (Nev Present Value/NPV)
Adalah selisih antara nilai sekarang dari arus kas masuk dan arus kas keluar yang berhubungan dengan suatu proyek .
NPV = [(ΣCFt/(1+i)t] – I
= [ΣCFtdft] – I
= P – I
Dimana,
I : Nilai Sekarang dari biaya proyek
CFt : Arus kas masuk yang diterima dalam perioda t , dengan t= 1
n : Umur manfaat proyek
i : tingkat pengembalian yang diperlukan (required rate of return), yaitu adalah tingkat pengembalian minimum yang dapat diterima, hal itu juga disebut sebagai tingkat diskonto, tingkat rintangan, atau tingkat batas, dan biaya modal.
t : Perioda waktu
P : Nilai sekarang dari arus kas masuk proyek di masa depan.
Nilai NPV positif menandakan bahwa :
1. Investasi awal telah tertutupi
2. Tingkat pengembalian yang diperlukan telah dipenuhi
3. Pengembalian yang melebihi (1) dan (2) telah diterima.
Jadi jika NPV lebih besar dari pada nol maka investasi itu menguntungkan dan dapat diterima. Begitu sebaliknya apabila kurang dari nol.

Referensi : http://akuntansiuny.blogspot.co.id/2011/02/jenis-jenis-keputusan-investasi-modal.html

Berikut ini diberikan contoh soal untuk menggambarkan penerapan metode
nondiskonto dan diskonto dalam penilaian investasi:
■ Aloha Company ingin membeli mesin otomatis yang menggunakan teknologi
komputerisasi terbaru. Pembelian mesin otomatis tersebut memerlukan biaya
sebesar Rp2.400.000,00. Mesin tersebut dianggap memiliki umur ekonomis
selama 5 tahun tanpa adanya nilai residual. Setiap tahunnya, Aloha mengharapkan
pendapatan kas sebesar Rp3.900.000,00 dan pengeluaran kas sebesar Rp
3.000.000,00. Diminta:
a.      Hitunglah payback period untuk mesin otomatis tersebut!
b.      Hitunglah ARR (accounting rate of return) dengan menggunakan (1) investasi
awal dan (2) investasi rata-rata!
c.      Hitunglah NPV dengan asumsi tingkat return yang diharapkan 10%!
d.      Hitungkah IRR mesin otomatis!
e.       Apakah sebaiknya Aloha Company membeli mesin tersebut?
Jawab:
Arus kas bersih/tahun = arus kas masuk - arus kas keluar
= Rp3.900.000 - Rp3.000.000
= Rp900.000,00 per tahun
a.      Payback period = Rp2.400.000/Rp900.000 per tahun
= 2,67 tahun
= 2 tahun 8 bulan
b.      Penyusutan = Rp2.400.000/5 tahun = Rp480.000,00/tahun
Laba bersih = arus kas/tahun - penyusutan
= Rp900.000 - Rp480.000
= Rp420.000,00
(1)  ARR (investasi awal) = Rp420.000/Rp2.400.000 = 17,5%
(2)  ARR (investasi rata-rata) = Rp420.000/(Rp2.400.000/2) = 35%
c. NPV
(1) Menggunakan tingkat diskonto yang tersedia di tabel (faktor diskonto
10%) atau menghitung dengan kalkulator sesuai dengan rumus: CFt/(1 + i)
Tahun
Arus Kas
Faktor Diskonto
Nilai Sekarang
0
(Rp2.400.000)
1,00
(Rp2.400.000)
1
Rp900.000
0,909
Rp818.100
2
Rp900.000
0,826
Rp743.400
3
Rp900.000
0,751
Rp675.900
4
Rp900.000
0,683
Rp614.700
5
Rp900.000
0,621
Rp558.900
Total arus kas masuk
Rp3.411.000
NPV
Rp1.011.000

(2) Menggunakan faktor diskonto tunggal (koefisien anuitas)
Tahun
Arus Kas
Faktor Diskonto
Nilai Sekarang
0
(Rp2.400.000)
1,00
(Rp2.400.000)
1-5
Rp900.000
3,791
Rp3.411.900
NPV
Rp1.011.900[1]


Diketahui bahwa faktor diskonto adalah 2,67. Selanjutnya karena investasi ini
mempunyai periode 5 tahun maka kita mencarinya di tabel diskonto pada baris
kelima. Kita temukan bahwa nilai 2,67 berada di antara nilai 2,745 (diskonto
24%) dan 2,635 (diskonto 26%). Dengan demikian faktor diskonto dari
investasi ini adalah antara 24% - 26% dengan kecenderungan mendekati 26%.
e. Dengan memperhatikan perhitungan terhadap return investasi dengan berbagai
metode, antara lain: periode pengembalian 2 tahun 8 bulan, ARR investasi
awal 17,5 dan ARR investasi rata-rata 35%, NPV positif sebesar Rp1.011.000,
IRR mendekati 26% (lebih besar dari return yang diharapkan, yaitu 10%),
maka sebaiknya Aloha Company membeli mesin otomatis tersebut.
Postaudit mengukur kinerja aktual proyek terhadap estimasi proyek tersebut.
Postaudit juga dapat merekomendasikan suatu tindakan koreksi untuk meningkatkan
kinerja atau untuk meninggalkan/menghentikan proyek tersebut. Perusahaan yang
menggunakan postaudit terhadap proyeknya akan memperoleh beberapa keuntungan:
(1) dengan mengevaluasi profitabilitas, postaudit memastikan bahwa sumber daya
perusahaan telah digunakan secara cermat, (2) postaudit mempengaruhi perilaku
manajer, post audit memberikan umpan balik terhadap manajer untuk membantu
meningkatkan pembuatan keputusan di masa depan. Meskipun demikian, postaudit
juga memiliki keterbatasan: (1) memerlukan biaya cukup besar dan (2) asumsi yang
digunakan menjadi kurang tepat karena adanya perubahan dalam lingkungan operasi
aktual.
Banyak keputusan investasi modal yang berhubungan dengan proyek-proyek
yang bersifat mutually exclusive (saling meniadakan). Metode yang sering digunakan
untuk memilih suatu proyek diantara beberapa alternative yang tersedia adalah NPV
dan IRR. Dalam proyek independen, NPV dan IRR menghasilkan keputusan yang
sama; jika NPV > 0, maka IRR > tingkat return yang dibutuhkan. NPV berbeda
dengan IRR dalam dua hal:
■ NPV mengasumsikan bahwa masing-masing arus kas masuk yang diterima
diinvestasikan kembali pada tingkat return yang diminta, sedangkan IRR
mengasumsikan bahwa masing-masing arus kas masuk diinvestasikan pada
tingkat IRR yang ditentukan.
■ NPV mengukur profitabilitas dalam nilai absolut, sedangkan IRR mengukur
dalam nilai relatif.
Karena NPV mengukur dampak dari proyek-proyek tersebut terhadap
perusahaan, maka memilih proyek yang memiliki nilai NPV terbesar konsisten
dengan usaha memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Adapun IRR yang
merupakan ukuran relatif profitabilitas hanya mampu mengukur secara akurat tingkat
return yang diinvestasikan di internal perusahaan. Memaksimalkan IRR tidak akan
memaksimalkan kemakmuran pemilik perusahaan karena tidak memperhatikan
kontribusi proyek secara absolut (dalam nilai uang). Oleh karenanya, NPV lebih baik
untuk digunakan dalam memilih proyek di antara pelbagai alternatif dibandingkan
dengan IRR.




[1] Perbedaan NPV antara perhitungan (1) dan (2) muncul karena pembulatan.
d. IRR
IRR dalam investasi ini adalah tingkat suku bunga yang menyamakan antara 5
kali arus kas tahunan Rp900.000,00 dengan investasi sebesar Rp2.400.000,00.
Dengan
df sebagai faktor diskonto dan CF sebagai arus kas tahunan, maka
dihasilkan persamaan:
I - CF(df)
df
= I/CF
= Rp2.400.000/Rp900.000
= 2,67
Modul akutansi manajemen - LINK SOURCE PDF - http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Mimin%20Nur%20Aisyah,%20M.Sc.,%20Ak./Modul%20Akuntansi%20Manajemen%202007.pdf - asli
Referensi : http://kepinginlagi.blogspot.co.id/2014/09/modul-akuntansi-manajemen-bab-12.html

Minggu, 10 April 2016

Analisis Rasio Laporan Keuangan



ANALISIS RASIO KEUANGAN

Analisis laporan keuangan memerlukan ukuran yang biasa disebut dengan istilah rasio. Rasio memiliki pengertian alat yang dinyatakan dalam arithmetical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan dua macam data finansial.
Analisi Rasio Keuangan merupakan analisis yang menghubungkan perkiraan neraca dan laporan laba rugi terhadap satu dengan lainnya, yang memberikan gambaran tentang sejarah perusahaan serta penilaian terhadap keadaan suatu perusahaan tertentu.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7E5MdSIyTA6kP89SDOK-cGQba0KvHffIry1MjRoYqNDEvMchSPWje_vM145q17Lp-0_W9Drv4oMLvpfXTwLv9HDoxHCzlHj_-A9PmWMB2n3JdUu-1otipTiK37LoC_M9j6rugL_naL5Q/s1600/lapoan-keuangan.png
A.      Rasio Likuiditas
Likuiditas adalah  masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi.




Current Ratio
Current Ratio = (Aktiva Lancar/Kewajiban Lancar) x 100%
Tahun 2007
Tahun 2008
Analisa
Current Ratio =
 (Rp. 15.027.032/ Rp 7.697.918) x 100% = 1,95%




Current Ratio =
(Rp 17.955.845/ Rp 9.437.259) x 100%  = 1,9%
Current ratio yang rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuidasi, sebaliknya current ratio yang terlalu tinggi juga kurang bagus, karena menunjukkan banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan laba perusahaan. Pada laporan keuangan diatas terjadi penurunan current ratio dari tahun 2007 ke tahun 2008 sebesar 0,05%.
 Quick Ratio/Acid Test Ratio
Quick Ratio = ((Aktiva Lancar – Persediaan)/Kewajiban Lancar)) x 100%
Tahun 2007
Tahun 2008
Analisa
Quick Ratio =
((Rp.15.027.032-Rp. 11.877.086)/ Rp.7.697.918)) x 100% = 0,40%






Quick Ratio =
((Rp.17.955.845-Rp.14.016.039)/ Rp.9.437.259)) x 100% = 0,41%
Semakin besar quick ratio maka semakin baik pula kondisi perusahaan. Namun apabila quick ratio memiliki perbandingan 1:1 atau 100%  perusahaan tersebut dianggap kurang baik. Dalam laporan keuangan ini diketahui adanya sedikit peningkatan quick ratio dari 0,40% menjadi 0,41%. Yang berarti perusahaan masih dalam keadaan stabil.



Cash Ratio
Cash Ratio = (Kas/Kewajiban Lancar) x 100%
Tahun 2007
Tahun 2008
Analisa
Cash Ratio =
 (Rp. 289.152/ Rp. 7.697.918) x 100% = 0,037%
Cash Ratio =
 (Rp. 411.689/ Rp.9.437.259) x 100% = 0,043%
Rasio ini menunjukan kemampuan kas untuk menutupi hutang lancar. Dapat dilihat  meningkatnya presentasi cash ratio, yaitu dari 0,037% menjadi 0,043%
Working Capital to Total Assets Ratio
WCTAR = Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar / Jumlah Aktiva
Tahun 2007
Tahun 2008
Analisa
Working Capital to Total Assets Ratio =

(15.027.032-7.697.918)/ 21.878.013 = 0,33%
Working Capital to Total Assets Ratio =

(Rp 17.955.845- Rp 9.437.259)/ Rp 24.904.022 = 0,34%
Likuiditas dari total  aktiva dan posisi modal kerja netto. Setiap Rp 1 assets perusahaan Rp 0,33 untuk tahun 2007 dan 0,34 untuk tahun2008 terdiri dari  modal kerja (aktiva lancar)






B.      Rasio Solvabilitas
Solvabilitas, berguna untuk menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Suatu perusahaan dikatakan Solvabel jika perusahaan itu mempunyai aktiva yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya , baik yang jangka panjang maupun jangka pendek. Jika perusahaan tidak mempunyai cukup aktiva untuk membayar segala hutangnya, maka perusahaan tersebut dikatakan insolvabel.
Dalam  hubungan antara  likuiditas  dan solvabilitas  ada empat   kemungkinan  yang dapat   dialami  oleh perusahaan yaitu :
a. Perusahaan yang likuid  tetapi insolvable
b. Perusahaan  yang likuid  dan solvable
c. Perusahaan yang solvabel  tetapi ilikuid
d. Perusahaan  yang insolvabel  dan ilikuid
Tingkat   solvabilitas  diukur  dengan beberapa   rasio,  yaitu :
Total Debt to Equity Ratio
Total Debt Equty Ratio = (Total Utang/Ekuitas) x 100%
Tahun 2007
Tahun 2008
Analisa
Perputaran Piutang =
(Rp.8.474.564/ Rp.13.386.776) x 100% = 0,63%

Perputaran Piutang =
(Rp.10.359.076/ Rp.14.530.132) x 100% = 0,71%
Bagian setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang. dari setiap rupiah modal sendiri menjadi jaminan hutang.
Rasio di samping sebesar 0,63 % dan 0,71 % untuk tahun 2007 dan 2008. Maka kurang dari 100% maka dari itu perusahaan tidak perlu takut tidak bisa membayar hutangnya.
Total Debt to Assets Ratio
Total Debt Assets Rasio = (Total Utang/Total Aktiva) x 100%
Tahun 2007
Tahun 2008
Analisa
Total Debt to Asset Ratio =
(Rp.8.474.564/ Rp.21.878.013) x 100% = 0,38%


Total Debt to Asset Ratio =
(Rp.10.359.076/ Rp.20.904.022) x 100% = 0,49%
Beberapa bagian dari keseluruhan dana yang  dibelanjai dengan utang. Atau Berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin hutang. 38% untuk 2007 dan 49% untuk 2008, dari setiap aktiva digunakan untuk menjamin utang.

C.       Rasio Profitabilitas
profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. :
Gross Profit Margin ( Margain Laba Kotor)
GPM = (Laba Kotor/Penjualan Bersih) x 100%
Tahun 2007
Tahun 2008
Analisa
GPM =
 (Rp.2.485.648/ Rp.13.419.733) x 100% = 0,18%
GPM =
(Rp.2.427.250/ Rp.15.056.347) x 100% = 0,16%
Laba Bruto per rupiah penjualan. Setiap Penjualan menghasilkan laba bruto Rp 0,18 tahun 2007 dan 0,16 tahun 2008..
Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi/menguntungkan.
Net Profit Margin ( Margain Laba Bersih)
(Laba Setelah Pajak/Total Aktiva) x 100%
Tahun 2007
Tahun 2008
Analisa
NPM =
 (Rp.710.565/ Rp.21.878.013) x 100% = 0,032%
NPM =
(Rp.891.358/ Rp.24.904.022) x 100% = 0,035%
Keuntungan netto per rupiah penjualan. setiap rupiah penjualan menghsilkan keuntungan netto sebesar Rp 0,032 % dan 0,035%
Earning Power of Total Invesment
EPTI = (Laba Sebelum Pajak/Ekuitas) x 100%
Tahun 2007
Tahun 2008
Analisa
EPTI =
 (Rp.1.084.495/ Rp.13.386.776) x 100% = 0,08%
EPTI =
(Rp.1.313.392/ Rp.14.530.132) x 100% = 0,09%
Kemampuan modal yang di investasikan dalam keseluruhan Aktiva  untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor. Setiap satu rupiah modal yang diinvestasikan menghasilkan keuntungan  Rp 0,08 dan Rp 0,09  untuk semua investor.







Return On Equity (Pengembalian Atas Equitas)
ROE = (Laba Setelah Pajak/Ekuitas) x 100%
Tahun 2007
Tahun 2008
Analisa
ROE =
(Rp.710.565/ Rp.13.386.776) x 100% = 0,3%

ROE =
(Rp. 891.358/Rp. 14.530.132) x 100% = 0,61%
Kemampuan modal sendiri dalam menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham preferen dan biasa.Setiap rupiah modal sendiri menghasilkan keuntungan netto Rp 0,3%  dan 0,61%  yang tersedia bagi pemegang saham preferen  dan biasa



 

Sumber :http://devyanasetyapratiwi.blogspot.co.id/2014/04/analisis-rasio-laporan-keuangan-pada-pt.html